Lebaran memang identik dengan baju baru. Kurang pas rasanya jika hendak bersilaturahmi kalau tidak memakai baju baru. Betul tidak? Waktu kecil saya selalu mengenakan baju baru di hari Lebaran, 2 stel malah, yang satu untuk lebaran hari pertama, satu lagi untuk lebaran hari kedua. Namanya juga anak-anak, tentu senang dong pakai baju baru.
Kemudian setelah menikah, ada perubahan sedikit. Untuk 3boyz tetap kami (saya dan suami) belikan baju baru. Sedangkan kami berdua biasanya membeli masing-masing 1stel pakaian bila memungkinkan. Memungkinkan disini bisa berarti uangnya masih cukup atau tidak, bisa juga karena kami sulit menentukan waktu yg tepat untuk membeli baju. Repot karena kemana-mana pergi membawa anak, kasihan kan kalau ia rewel karena orangtuanya kelamaan milih baju.
Alasan terpenting kenapa kami tidak berbelanja di bulan ramadhan adalah: kami tinggal di rantau! Mau belanja disini? Rugi! Jauh lebih baik berbelanja di kampung sendiri. Di kampung halaman (di pulau Jawa) harga lebih murah, kualitas bagus dan tidak ketinggalan jaman!
Lagipula, berbelanja di bulan puasa itu melelahkan. Saat tengah berpuasa, badan lemas, haus, masih berjuang berdesakan dengan orang2 di pusat perbelanjaan. Letih luar biasa rasanya.
Pusat perbelanjaan yang ramai |
Tapi bukan berarti kami tidak ikut belanja ya. Kami sudah belanja lebih dulu kok! Lho kapan? Katanya ngga mau belanja di rantau? Ya bukan belanja di rantau, tapi tetap belanja di kampung. Caranya dengan memanfaatkan kegiatan meeting per 6 bulan-nya suami ke Jakarta. Jadi selesai meeting, suami pulang dulu ke kampung, yaitu ke Bogor, lalu belanja deh.
Sekalinya belanja bukan hanya untuk baju Lebaran saja, kami bahkan bisa belanja baju anak2 untuk stok mereka selama 1 tahun (namanya jg anak2 badannya cepat tumbuh)! Banyak? Ah tidak juga. Maklum, anaknya kan laki-laki semua, masih ada baju bekas kakaknya yg bisa dipakai untuk adiknya. Biasanya yang kami beli adalah baju untuk bepergian atau bila baju harian bekas sudah tidak layak pakai lagi. Lagipula kasihan kan, jangan mentang-mentang jadi adik terus dikasih baju bekas terus. Engga enak deh rasanya kalo pake baju bekas melulu *eeeehh kok curcol???*
Enaknya lagi, bila beruntung (kayak undian) setelah meeting kantor suami mengadakan acara jalan2 ke luar negeri (enggak jauh2 sih, paling ke negara tetangga sebelah). Sekalian deh Bapa beli baju yang tidak pasaran di Indonesia buat kami sekeluarga. Asyiiiikkk!
Tetapi kami tidak selalu berbelanja di kampung lho. Pernah juga kami pergi berbelanja di kota terdekat dimana harga jual barang2 lebih murah. Yaitu saat kami tinggal dan berlebaran di Palangkaraya. Di Palangkaraya harga barang lebih mahal karena letak kota ini ada di tengah hutan. Oleh karena itu, kami pergi ke kota pelabuhan Banjarmasin untuk belanja.
Perjalanan darat lewat trans Kalimantan selama 4 jam pun rela kami tempuh. Kami berangkat sebelum bulan puasa agar tidak kelelahan di jalan. Karena membawa anak2 (terutama bayi), kami menginap semalam di hotel untuk pulang kembali ke Palangkaraya keesokan harinya. Demi harga, demi kualitas, demi mode, yah demi demi… (daripada engga punya baju baru).
Nah itu semua hanya urusan baju saja. Belanja lebaran tidak hanya baju kan? Ayo ngaku! Pasti ada yang heboh belanja yang lain-lain. Belanja bahan bangunan untuk mempercantik rumah jelang lebaran misalnya? Kami tidak pernah melakukan itu, soalnya kami tidak punya rumah, merantau, ngontrak teruuuus!
Kalau berbelanja pernak-pernik untuk mempercantik isi rumah? Buat apa? Toh di rantau kami jarang kedatangan tamu. Kalau belanja kue-kue dan makanan menyambut lebaran? Masa ngga belanja juga?! Nah kalo yang ini kami boleh dibilang curang, soalnya mertua saya selalu mengirimi kami kue-kue kering untuk lebaran. Hemat kan?
Begitulah sekilas tentang kegiatan keluarga kami dalam belanja kebutuhan Lebaran di bulan ramadhan (alias ngga ngapa-ngapain). Selamat berbelanja bagi anda yang akan merayakan Lebaran. Taqaballahu minna wa minkum. Minal aidin wal faidzin. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H. Mohon maaf lahir dan batin dari kami sekeluarga :)
Posting Komentar